Tangga dengan tempat penyimpanan rahasia
Suspended Staircase by SoHo Architecture
Sculptural Staircase by Tetrarc Architects
Staircase Slide by Alex Michaelis
Floating Staircase by Ecole
Floating Staircase by Guido Ciompi
Dual Staircase Bike Storage
Compact Bookshelf Staircase
Metal Staircase by Francesco Librizzi
Impossible Staircase by TAF
Staircase by Dep Studio
Ministry of Foreign Affairs Staircase
Horten Headquarters Staircase by 3XN
Book Lined Staircase by Levitate Architects
Staircase by Patrick Veillet Studio
Loft Staircase by Schlosser + Partner
Plywood Staircase by Jonas Ingerstedt
Staircase by Philip Watts Design
Staircase by Piero Lissoni
Invaders Stairs
Quote:UPDATE...
Extreme Staircase
Emmental Stairs
helical stair
M Lofts Stairs
Pallete Stairs
Sabina Lang and Daniel Baumann Stairs
Sensualscaping Stairs
Spiral Staircase Slide
Spiral Staircase
Stairs Made From Skateboard Decks
Stairs Castroferro
Stairs Rudolph
Steel Stair Mesh at Villa La Roche
The 5 star hotel resort Soneva Kiri Stairs, Thailand
The Rainbow House Stairs
Tree Stairs
Understairs
Integrated Countertop Staircase
Metal Spiral Staircase
Halloween Stairs
Mural Stairs
Piano Stairs
Unique Staircase Design Ideas by EeStairs
Unique Spiral Design
Nothing-upfloor stairs
Blog-nya ajie....
disini q biasanya berbagi informasi.informasi yg q dpt bs drmn aja.yg penting informasinya bisa berguna.amin..
Selasa, 19 Februari 2013
staircase keren utk inspirasi
Sumber : www.kaskus.co.id
Selasa, 12 Juni 2012
Bandung terkenal sebagai destinasi liburan yang menarik, namun mahalnya biaya hidup sering menjadi penghambat. Salah satu cara berhemat di Bandung adalah pintar memilih penginapan. Berikut adalah 3 kawasan hotel murah di Bandung.
berikut adalah 3 kawasan hotel tarif bawah yang mungkin menjadi alternatif pilihan Anda saat berlibur ke Bandung.
1. Kawasan Dago
Kawasan yang paling ramai dikunjungi wisatawan saat berkunjung ke Bandung adalah Dago. Banyaknya factory outlet (FO) dan tempat makan menjadi magnet kuat para turis untuk datang ke tempat ini. Ternyata, Dago tidak hanya dipenuhi jejeran FO dan cafe saja, tetapi juga hotel dengan harga relatif murah, seperti Kampung Padi, Bukit Dago, Accordia dan Royal Dago.
Kampung Padi adalah sebuah guest house yang berada di Jl Dago Pojok 89 Af. Harga sewanya termasuk murah dan terjangkau. Untuk sebuah kamar standar dikenai harga mulai dari Rp 180.000. Fasilitas yang bisa Anda dapatkan adalah televisi, kamar mandi bershower, dan tempat parkir tersendiri di setiap kamarnya.
Jika tidak sempat kebagian kamar, jangan kuatir, masih ada hotel murah lain di sekitaran Dago seperti Hotel Accordia Dago. Hotel ini menawarkan harga kamar yang murah, yaitu mulai Rp 263.000. Fasilitas yang diberikan adalah televisi, kamar mandi dengan shower, dan pemandangan yang menghadap Kota Bandung.
Sedikit berjalan ke dalam kawasan, masih ada hotel yang relatif murah, yaitu Hotel Royal Dago. Berada di Jl Ir H Djuanda, tepat di depan jejeran factory outlet, hotel ini memiliki patokan awal harga kamar Rp 290.000.
Semua hotel di atas masih terasa mahal? Tenang saja, masih ada Bukit Dago Hotel yang menyewakan kamar standartnya mulai dari harga Rp 170.000. Semua itu sudah termasuk AC dan air panas.
2. Daerah Cihampelas
Selain Dago, tempat lain yang juga ditempati hotel murah adalah daerah Cihampelas. Ada banyak hotel murah di kawasan ini, mulai dari harga seratusan ribu.
Fasilitas yang diberikan pun cukup lengkap, yaitu pendingin ruangan (AC), air panas dan ruangan yang besar. Salah satunya seperti yang ada di Hotel Samudera.
Berada di Jl Cihampelas 274, Bandung, Hotel Samudera menawarkan penginapan murah meriah. Kamar yang disewakan dimulai dari harga Rp 200.000 pada akhir pekan.
Ada satu trik jika ingin mendapat harga kamar hotel murah, datanglah pada weekdays. Umumnya, hotel di Cihampelas akan memberikan harga yang lebih murah dari harga kamar pada akhir pekan.
3. Kawasan Sukajadi
Jalan Sukajadi memang tidak seramai kawasan lain di Bandung, seperti Dago dan Cihampelas. Namun, tempat ini memiliki penginapan yang murah. Bisa menjadi pilihan untuk Anda yang ingin traveling ke Bandung, namun budget terbatas.
Ada banyak hotel standart yang bisa Anda pilih jika menyusuri Jalan Sukajadi. Salah satunya adalah Hotel Caryota. Hotel ini mewakili beberapa hotel lain yang ada di Sukajadi.
Harga sewa kamarnya pun cukup murah, yaitu muluai Rp 170.000 untuk ruangan yang standart. Jangan takut kepanasan, karena hotel ini dan hotel lain di Sukajadi sudah dilengkapi dengan pendingin ruangan. Tempatnya pun bersih, nyaman dan minimalis.
Selamat liburan!
Label:
wisata bandung
Minggu, 06 Mei 2012
Pulau Derawan
Yuk . . . Jalan-jalan ke Derawan - Kepulauan Derawan terletak di Laut Sulawesi, di pantai Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, menghadap ke mulut muara Sungai Kelai dikenal sebagai Delta dan Berau. Kepulauan ini terdiri dari enam pulau besar, yaitu Derawan, Sangalaki, Kakaban, Maratua, Long Island, Pulau Samama, dan beberapa pulau kecil dan gugus karang.
Di pulau Derawan ada sejumlah objek wisata bahari menawan, salah satu Taman Bawah Laut yang dicari turis asing, terutama para penyelam kelas dunia. Setidaknya empat dari pulau-pulau yang terkenal, yaitu Maratua, Derawan, Sangalaki, dan Kababan dihuni oleh satwa liar langka: penyu hijau dan penyu sisik. Selain itu, ada juga pari manta yang menghuni Sangalaki.
Cara Mencapai Kepulauan Derawan?
Jika berangkat dari Jakarta, maka Anda harus mengambil penerbangan ke Balikpapan, kemudian dilanjutkan dengan penerbangan ke Tanjung Redep. Sesampainya di Tanjung Redep diikuti dengan perjalanan ke darat penyeberangan Tanjung Batu. Pulau Derawan dapat dicapai dari Tanjung Batu dengan menggunakan speedboat. Selama berada di Kepulauan Derawan, untuk mengunjungi pulau-pulau yang telah menggunakan speedboat sebagai sarana transportasi.
Bagaimana Akomodasi Di Sana?
Anda dapat memilih akomodasi dengan harga mahal dan murah. Agen perjalanan yang biasanya melayani wisatawan asing akan menawarkan harga dalam dolar. Dengan harga kamar homestay yang harus dibayar sekitar Rp 100 ribu rupiah. Homestay dilakukan dengan memanfaatkan ruangan di rumah penduduk setempat. Ada juga bungalow dengan kisaran harga Rp 300 ribu hingga jutaan rupiah. Bagaimana anda tertarik? Ayo langsung saja berlibur ke derawan dan nikmati keindahannya.
*Dari : berbagai sumber
Minggu, 22 April 2012
tafsir surat Al Fatihah
Faidah Dari Ayat Pertama
al-Hamdu lillahi Rabbil 'alamin
Artinya:
Segala puji bagi Allah Rabb seru sekalian alam
1.
Ayat ini menunjukkan
bahwa yang berhak mendapatkan segala bentuk pujian hanyalah Allahta'ala karena Dia lah yang memiliki segala kebaikan
yang sempurna dan berbuat ihsan/kebaikan secara menyeluruh (lihat Tafsir Surah
al-Fatihah, hal. 26)
2.
Ibnu Abbas radhiyallahu'anhuma mengatakan, “al-Hamdu lillah adalah ucapan setiap
orang yang bersyukur.” Abu
Nashr al-Jauhari mengatakan, “al-Hamdu/pujian adalah lawan dari celaan.” (lihat Tafsir al-Qur'an al-'Azhim [1/29])
3.
Ucapan al-Hamdu lillah adalah doa yang paling utama. Dari Jabir bin
Abdullah radhiyallahu'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Seutama-utama dzikir adalah laa
ilaha illallah, sedangkan seutama-utama doa adalah al-Hamdu lillah.” (HR. Tirmidzi dalam Kitab
ad-Da'awat[3383], dinyatakan
hasan oleh Syaikh al-Albani, lihat juga al-Mustadrak [1886], al-Hakim berkata, “Hadits ini
sanadnya sahih dan tidak dikeluarkan Bukhari dan Muslim.” Syaikh Muqbil mengatakan, “Tidak, Musa
bin Ibrahim -salah satu periwayat- dikomentari adz-Dzahabi dalam al-Mizan bahwa
dia 'shalih'. Padahal perawi yang dikatakan 'shalih' haditsnya tidak bisa
terangkat ke derajat hasan.” lihat al-Mustadrak [1/682])
4.
Allah memuji diri-Nya
sendiri, yang di dalamnya tersirat perintah kepada hamba-hamba-Nya untuk
memuji-Nya (lihat Tafsir Surah al-Fatihah, hal. 9, Tafsir al-Qur'an al-'Azhim [1/29])
5.
Penetapan pujian
kepada Allah dari segala sisi atas kesempurnaan sifat-sifat dan
perbuatan-perbuatan-Nya (Taisir al-Karim ar-Rahman, lihat al-Majmu'ah al-Kamilah [1/34])
6.
Ayat ini menunjukkan
bahwa keberadaan makhluk-makhluk adalah bukti keberadaan Allah Dzat yang telah
menciptakannya (lihat Tafsir Surah al-Fatihah, hal. 27)
7.
Ayat ini juga
mengandung bantahan bagi kaum Jahmiyah yang menolak sifat-sifat Allah (lihatat-Tafsir al-Qoyyim, hal. 55)
8.
Ayat ini juga
mengandung bantahan bagi kaum Jabriyah yang beranggapan bahwa Allah memaksa
hamba-hamba-Nya dan tidak memberikan pilihan sama sekali bagi mereka di dalam
hidupnya (lihat at-Tafsir al-Qoyyim, hal. 55)
9.
Penetapan bahwasanya
hanya Allah ta'ala yang berhak mendapatkan pujian yang sempurna karena imbuhan al dalam kata al-Hamdu menunjukkan makna mencakup keseluruhan
bagiannya (lihat Tafsir Juz 'Amma, hal. 9)
10.
Pengenalan tentang
sosok yang patut untuk disembah; yaitu Allah subhanahu wa ta'ala melalui tiga nama Allah yang itu menjadi poros asma'ul husna, yaitu Allah, ar-Rabb, dan ar-Rahman (lihat at-Tafsir
al-Qoyyim, hal. 7)
11.
Dalam segala kondisi
Allah tetap berhak mendapatkan pujian. Oleh sebab itu apabila Nabishallallahu 'alaihi wa
sallam merasakan sesuatu yang
menyenangkan beliau maka beliau pun berdzikir, 'Alhamdulillahilladzi bi ni'matihi
tatimmush shalihaat' artinya: “Segala puji
bagi Allah yang dengan curahan nikmat-Nyalah maka segala kebaikan menjadi
sempurna”. Demikian juga
apabila beliau menjumpai keadaan yang sebaliknya (tidak menyenangkan) maka
beliau berdzikir, 'Alhamdulillahi 'ala kulli haal' artinya: “Segala puji bagi Allah dalam kondisi
apapun”(lihat Tafsir Juz
'Amma, hal. 9). Dari
'Aisyah radhiyallahu'anha, beliau menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam biasanya
apabila melihat sesuatu yang membuat beliau senang maka beliau berkata, “Alhamdulillahilladzi
bini'matihi tatimmush shalihat.” Dan apabila melihat sesuatu yang kurang beliau senangi maka
beliau berkata, “Alhamdulillahi 'ala kulli haal.”(HR. Thabrani dalam ad-Du'a [1769] sanadnya dinyatakan hasan, lihat ad-Du'a li ath-Thabrani[3/1595-1596]. al-Hakim dalam al-Mustadrak [1892], beliau berkata, “Hadits ini
sanadnya sahih dan tidak dikeluarkan Bukhari dan Muslim.” Syaikh Muqbil berkata, “Zuhair bin
Muhammad -salah satu periwayat- apabila haditsnya diriwayatkan oleh orang-orang
Syam maka riwayatnya adalah lemah. Sedangkan al-Walid bin Muslim -orang yang
meriwayatkan darinya- adalah penduduk Syam.” lihat al-Mustadrak [1/684])
12.
Yang dimaksud pujian -al-Hamdu- di sini adalah sanjungan yang diiringi
dengan rasa cinta dan pengagungan (lihat Tafsir Juz 'Amma Syaikh Ibnu Utsaimin, hal. 8, Tafsir Surah
al-Fatihah, hal. 7, adh-Dhau'
al-Munir 'ala at-Tafsir [1/32])
13.
Allah senantiasa
dipuji dikarenakan kesempurnaan dzat-Nya, keindahan nama-nama dan
sifat-sifat-Nya serta keagungan perbuatan-perbuatan-Nya. Selain itu Allah juga
dipuji karena anugerah nikmat yang dicurahkan oleh-Nya kepada seluruh
makhluk-Nya (lihat Syarh Ba'dhu Fawa'id Surah al-Fatihah, hal. 12 dan Syarh Manzhumah Mimiyah, hal. 23).
14.
Allah juga terpuji
karena ketetapan hukum-Nya, yaitu hukum kauni -hukum yang berlaku bagi semua ciptaan-Nya di
dalam dunia ini- demikian juga hukum syar'i -yang berupa ketetapan hukum ilmiah dan
amaliah bagi mukallaf/orang yang dibebani syari'at- begitu pula dalam hal hukum ukhrawi yang ditetapkan oleh-Nya berupa balasan dan
hukuman bagi hamba-Nya di alam akherat (lihat Jam'ul Mahshul fi Syarh Risalah Ibnu
Sa'di fi al-Ushul, hal. 13-14)
15.
Pujian (al-Hamd) berbeda dengan syukur. Karena pujian itu
diberikan sebagai tanggapan atas sifat-sifat muta'addiyah (yang memiliki pengaruh terhadap objek) maupun
sifat-sifat lazimah(yang hanya melekat pada yang disifati, tidak mempengaruhi
objek). Adapun syukur diberikan sebagai tanggapan atas sifat-sifat muta'addiyah semata. Selain itu pujian diwujudkan melalui
ucapan saja, sedangkan syukur diwujudkan dalam bentuk keyakinan hati, ucapan,
dan amal anggota badan (lihat Tafsir Surah al-Fatihah, hal. 8, Tafsir al-Qur'an al-'Azhim [1/29])
16.
Iman terhadap
nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya (Taisir al-Karim ar-Rahman, sebagaimana tercantum dalam al-Majmu'ah
al-Kamilah [1/33])
17.
Penetapan tauhid asma' wa shifat (Taisir al-Karim ar-Rahman, lihat al-Majmu'ah al-Kamilah[1/37])
18.
Penetapan Allah
sebagai satu-satunya yang berhak untuk diibadahi (lihat Taisir
al-Karim ar-Rahman, sebagaimana
tercantum dalam al-Majmu'ah al-Kamilah [1/33,37]). Allah mendahulukan sifat uluhiyah -yang terkandung dalam kata Allah- daripada
sifat rububiyah -yang terkandung dalam kata Rabb-, hal ini
dimungkinkan karena 2 alasan: Pertama, karena kata Allah itu adalah nama khusus
bagi-Nya yang disifati oleh Asma'ul Husna yang lain sehingga dikedepankan. Atau yang kedua, karena
orang-orang yang didakwahi oleh para rasul adalah golongan orang-orang yang
menolak keesaan Allah dalam hal uluhiyah-Nya, artinya mereka membagi-bagi
ibadah mereka tidak hanya untuk Allah tapi juga untuk selain-Nya (lihat Tafsir Juz
'Amma, hal. 9). Karena
Allah satu-satunya pemelihara seluruh alam semesta ini maka hanya Allah pula
yang berhak untuk diibadahi, tidak ada yang menerima ibadah selain Allah (lihat Risalah
Tsalatsat al-Ushul dalam Majmu'ah
at-Tauhid, hal. 20)
19.
Penetapan tauhid
rububiyah (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, sebagaimana tercantum dalam al-Majmu'ah
al-Kamilah [1/37], Syarh Ba'dhu
Fawa'id Surah al-Fatihah,
hal. 8). Rububiyah Allah mencakup semua makhluk (lihat Tafsir Juz
'Amma, hal. 9). Ayat ini -al-Hamdu lillahi
Rabbil 'alamin- menunjukkan keesaan
Allah dalam hal rububiyah-Nya (lihat Syarh Ba'dhu Fawa'id Surah al-Fatihah, hal. 8). Rububiyah Allah itu mencakup tiga
hal pokok, yaitu: mencipta, menguasai, dan mengatur alam semesta (lihat Tafsir Juz
'Amma, hal. 9). Tauhid
rububiyah merupakan landasan dan dalil untuk menundukkan orang-orang yang
menentang tauhid uluhiyah (lihatadh-Dhau' al-Munir [1/36])
20.
Rabb adalah Dzat yang
mentarbiyah hamba-hamba-Nya. Dia lah yang menciptakan mereka dan kemudian
menunjuki mereka kepada kemasalahatan dirinya. Selain itu, Rabb juga bermakna
yang menguasai dan mengatur serta memperbaiki keadaan (lihat adh-Dhau'
al-Munir [1/24],Tafsir al-Qur'an
al-'Azhim [1/31])
21.
Bantahan bagi kaum
atheis yang mengingkari adanya pengatur alam semesta ini (lihat Syarh Ba'dhu
Fawa'id Surah al-Fatihah,
hal. 9, Tafsir Surah al-Fatihah, hal. 27)
22.
Allah telah menanamkan
fitrah di dalam hati umat manusia untuk meyakini keberadaan Allah Yang
menciptakan dan mengatur alam semesta ini (lihat Tafsir Surah al-Fatihah, hal. 28)
23.
Bantahan bagi paham wahdatul
wujud -kesatuan antara Allah
dengan makhluk- (lihat at-Tafsir al-Qoyyim, hal. 51)
24.
Penetapan tarbiyah Allah
kepada makhluk-Nya, baik yang bersifat umum -mencakup seluruh makhluk- maupun
yang bersifat khusus -yang diberikan hanya kepada wali-wali-Nya- (Taisir al-Karim
ar-Rahman, sebagaimana
tercantum dalam al-Majmu'ah al-Kamilah [1/34], lihat juga al-Qowa'id
al-Hisan, sebagaimana dalam al-Majmu'ah
al-Kamilah [8/92])
25.
Penetapan nubuwwah (kenabian) dan kebutuhan umat manusia
terhadapnya. Karena tidak mungkin Allah sebagai Rabbul 'alamin meninggalkan umat manusia dalam keadaan
sia-sia; tidak menunjukkan kepada mereka apa yang bermanfaat dan apa yang
membahayakan dirinya (lihatat-Tafsir al-Qoyyim, hal. 7-8)
26.
Penetapan keesaan
Allah dalam hal penciptaan alam semesta, pengaturan, dan pemberian nikmat,
sekaligus menunjukkan betapa besarnya kebutuhan seluruh makhluk kepada-Nya (Taisir al-Karim
ar-Rahman, sebagaimana
tercantum dalam al-Majmu'ah al-Kamilah [1/34])
27.
Ayat ini mengandung
pilar ibadah yang sangat agung yaitu al-Mahabbah/rasa cinta. Karena Allah adalah al-Muhsin -yang melimpahkan segala kebaikan- dan Dia
juga al-Mun'im -yang mencurahkan semua nikmat- maka sebagai
konsekuensinya adalah hanya Allah yang layak dicintai dengan puncak kecintaan
yang tertinggi dan tidak boleh ditandingi dengan kecintaan kepada apapun juga
(lihat Syarh
Ba'dhu Fawa'id Surah al-Fatihah, hal. 12)
Faidah Dari Ayat Kedua
ar-Rahmanir Rahim
Artinya:
Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
1.
Penyebutan ar-Rahmanir
Rahim setelah al-Hamdu
lillahi Rabbil 'alamin adalah
dalam rangka mengiringi tarhib (peringatan yang tersirat dari nama Rabb) dengan targhib (motivasi yang terkandung dalam nama ar-Rahman
dan ar-Rahim) (lihat Tafsir al-Qur'an al-'Azhim [1/32], at-Tas-hil li Ta'wil at-Tanzil, [1/44-45]). Ayat ini -sebagai kelanjutan
dari ayat sebelumnya- menunjukkan bahwa rububiyah (kekuasaan dan pengaturan) Allah dilandasi
dengan sifat kasih sayang yang sangat luas, bukan rububiyah yang dibangun di atas sifat suka menyiksa dan
menghukum (lihat Tafsir Juz 'Amma, hal. 10)
2.
Penetapan sifat rahmat
yang luas pada diri Allah, baik rahmat yang meliputi semua makhluk maupun
rahmat yang hanya diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang bertakwa (lihat Taisir
al-Karim ar-Rahman, sebagaimana
tercantum dalam al-Majmu'ah al-Kamilah [1/33])
3.
Nama Allah ar-Rahman
juga mengandung makna suka memberikan kebaikan, bersifat dermawan, dan suka
berbuat kebajikan (lihat al-Fawa'id, hal. 21)
4.
Selain mengandung
penetapan kenabian dan kerasulan -sebagai konsekuensi rahmat Allah- maka nama
ar-Rahman juga mengandung faidah penetapan mengenai diturunkannya kitab-kitab
sebagai pembimbing perjalanan hidup umat manusia (lihat at-Tafsir
al-Qoyyim, hal. 8). Konsekuensi
dari sifat rahmat ini adalah Allah mengutus para rasul dan menurunkan
kitab-kitab untuk membimbing manusia demi kebahagiaan hidup mereka. Perhatian
Allah untuk itu jelas lebih besar daripada sekedar perhatian Allah untuk
menurunkan hujan, menumbuhkan tanam-tanaman dan biji-bijian di atas muka bumi
ini. Siraman air hujan membuahkan kehidupan tubuh jasmani bagi manusia. Adapun
wahyu yang dibawa oleh para rasul dan terkandung di dalam kitab-kitab merupakan
sebab hidupnya hati mereka (lihat at-Tafsir al-Qoyyim, hal. 8).
5.
Berangkat dari faidah
di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa orang yang ingin mendapatkan
rahmat Allah yang sempurna di dunia dan di akherat maka dia harus tunduk kepada
syari'at Rasul yang diutus kepadanya. Sehingga pada jaman sekarang ini -setelah
diutusnya Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam- siapa saja yang ingin masuk surga dia harus
tunduk kepada ajaran Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.
6.
Mengimani sifat rahmat
yang terkandung pada nama ar-Rahman dan ar-Rahim serta tidak menyelewengkan
maknanya menjadi irodatul in'am/kehendak untuk memberikan nikmat sebagaimana yang dilakukan
oleh kaum ahli bid'ah (lihat Tafsir Surah al-Fatihah, hal. 15, Syarh 'Aqidah Ahlis Sunnah wal
Jama'ah, hal. 65)
7.
Nama ar-Rahman
bermakna Allah pemilik rahmat yang maha luas mencakup seluruh makhluk di dunia
dan bagi kaum beriman di akherat. Adapun nama ar-Rahim bermakna Allah pemilik
rahmat bagi kaum beriman kelak pada hari kiamat (lihat Tafsir Surah
al-Fatihah, hal. 15)
8.
Di dalam ayat ar-Rahmanir
Rahim terkandung salah satu
pilar ubudiyah yaitu roja'/harapan. Dengan merenungkan ayat ini seorang hamba akan
senantiasa mengharapkan rahmat Allahsubhanahu wa ta'ala. Sebab apabila Allah itu adalah sosok yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, tentu saja kasih sayang-Nya adalah sangatlah
diharapkan (lihat Syarh Ba'dhu Fawa'id Surah al-Fatihah, hal. 18)
Faidah Dari Ayat Ketiga
Maaliki Yaumid Diin
Artinya:
Yang Menguasai Pada Hari Pembalasan
1.
Penyebutan Allah
sebagai raja yang menguasai pada hari pembalasan tidaklah menafikan kekuasaan
Allah di dunia, karena di awal surat al-Fatihah Allah telah menegaskan bahwa
diri-Nya adalah Rabb seru sekalian alam; dan itu berlaku di dunia maupun di
akherat. Penyebutan Allah sebagai raja dan penguasa pada hari kiamat adalah
karena pada hari itu tidak ada lagi orang yang bisa mendakwakan kekuasaan,
bahkan tak ada yang boleh berbicara kecuali dengan izin dari-Nya (lihat Tafsir al-Qur'an
al-'Azhim [1/33])
2.
Penetapan kekuasaan
bagi Allah yang mengandung konsekuensi memerintah dan melarang, memberikan
pahala dan menjatuhkan hukuman (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, sebagaimana tercantum dalam al-Majmu'ah
al-Kamilah [1/35])
3.
Penetapan tauhid asma' wa
shifat (lihat Syarh Ba'dhu
Fawa'id Surah al-Fatihah,
hal. 8)
4.
Iman kepada hari
akhir, kebangkitan setelah kematian, hisab, dan pembalasan amal (lihat Syarh Ba'dhu
Fawa'id Surah al-Fatihah hal. 10, at-Tas-hil li Ta'wil at-Tanzil [1/45-46], Tafsir Surah al-Fatihah, hal. 29)
5.
Penanaman rasa takut
terhadap hari kiamat dan khawatir akan hukuman Allah (lihat Syarh Ba'dhu
Fawa'id Surah al-Fatihah hal.18)
6.
Adanya pembalasan
amalan dengan penuh keadilan (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, sebagaimana tercantum dalam al-Majmu'ah
al-Kamilah [1/37])
7.
Adanya penegakan
hujjah kepada umat manusia dengan diturunkannya kitab-kitab dan diutusnya para
rasul (lihat at-Tafsir al-Qoyyim, hal. 8,60)
8.
Pada hari kiamat nanti
akan tampak secara jelas bagi semua makhluk tentang kebesaran kekuasaan Allah,
kebijaksanaan dan keadilan-Nya sehingga tidak ada lagi sisa kekuasaan manusia
yang ketika di dunia pernah dimiliki oleh para raja dan penguasa. Pada saat itu
semua orang tunduk kepada kekuasaan-Nya (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 39)
9.
Pada ayat pertama
sampai ayat ketiga dalam surat ini secara berurutan terkandung penetapan
pokok-pokok ibadah yaitu cinta (mahabbah), harapan (roja'), dan takut (khauf) (lihat Tafsir Surah al-Fatihah, hal. 29)
10.
Ayat-ayat tersebut
mengandung bantahan bagi orang-orang yang beribadah kepada Allah dengan modal
rasa cinta semata (seperti halnya kaum Sufi), rasa harap semata (seperti halnya
kaum Murji'ah), atau rasa takut semata (seperti halnya kaum Khawarij) (lihat Tafsir Surah
al-Fatihah, hal. 29)
Faidah Dari Ayat Keempat
Iyyaka Na'budu wa Iyyaka Nasta'in
Artinya:
Hanya Kepada-Mu Kami Beribadah dan Hanya Kepada-Mu Kami Meminta
Pertolongan
1.
Penetapan tauhid
uluhiyah; yaitu mengesakan Allah dalam beribadah serta mengikhlaskan agama
(ketaatan) semata-mata untuk Allah (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, sebagaimana dalam al-Majmu'ah
al-Kamilah [1/37,38]). Tauhid
uluhiyah atau tauhid ibadah ini merupakan pokok terbesar di dalam ajaran Islam
(lihat al-Qowa'id
al-Hisan, sebagaimana dalam al-Majmu'ah
al-Kamilah [8/158])
2.
Maksud ayat ini adalah “Kami tidak
beribadah kecuali kepada-Mu, dan kami tidak bertawakal kecuali kepada-Mu.” Pada kedua hal inilah berporos seluruh ajaran agama. Dua kalimat
inilah yang menjadi rahasia kemuliaan surat al-Fatihah dan intisari ajaran
al-Qur'an (lihat Tafsir Surah al-Fatihah, hal. 19, Tafsir al-Qur'an al-'Azhim [1/34])
3.
Ayat Iyyaka
na'budu bermakna; “Kami
beribadah kepada-Mu dengan penuh rasa cinta, takut, dan harap”, sebab ibadah tidak akan terealisasi dengan
benar kecuali dengan ketiganya (lihatSyarh Ba'dhu Fawa'id Surah al-Fatihah, hal. 21)
4.
Ayat Iyyaka
na'budu mengandung bantahan
bagi orang-orang musyrik; yang beribadah kepada selain Allah sebagai sekutu
bagi Allah (lihat Syarh Ba'dhu Fawa'id Surah al-Fatihah, hal. 9)
5.
Ayat Iyyaka
na'budu wa iyyaka nasta'in mengandung pemurnian ibadah semata-mata kepada Allah. Dalam
susunan ayat ini objeknya didahulukan (iyyaka). Padahal seharusnya ia terletak di belakang. Dalam bahasa arab
susunan semacam ini menunjukkan pembatasan dan pengkhususan. Sehingga arti ayat
ini adalah, “Kami tidak beribadah kecuali hanya kepada-Mu. Dan kami
tidak memohon pertolongan kecuali kepada-Mu.” (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, sebagaimana dalam al-Majmu'ah
al-Kamilah [1/35])
6.
Kalimat Iyyaka
na'budu berkaitan erat dengan
nama 'Allah' yang telah disebutkan di awal surat ini, sedangkan kalimat Iyyaka
nasta'in berkaitan erat dengan
nama 'ar-Rabb' yang juga telah disebutkan sebelumnya (lihat at-Tafsir
al-Qoyyim, hal. 67). Hal itu
disebabkan Iyyaka na'budumengandung tauhid uluhiyah yang terkandung dalam nama Allah.
Adapun Iyyaka
nasta'inmengandung tauhid
rububiyah yang terkandung dalam nama ar-Rabb.
7.
Ibadah memadukan dua
perkara pokok; puncak rasa cinta dengan puncak perendahan diri dan ketundukan
(lihat at-Tafsir
al-Qoyyim, hal. 65). Adapun isti'anah (memohon pertolongan kepada Allah) memadukan
dua hal pokok yang lain, yaitu: tsiqah/kepercayaan kepada Allah dan bersandar kepada-Nya (lihat at-Tafsir
al-Qoyyim, hal.
66)
8.
Penetapan adanya
kenabian dan pengutusan para rasul. Karena umat manusia tidak mungkin bisa
mengenal tata-cara beribadah secara terperinci kecuali dengan perantara
penjelasan para rasul (lihat at-Tafsir al-Qoyyim, hal. 9)
9.
Penyebutan ibadah
sebelum isti'anah (meminta pertolongan) adalah dalam rangka menyebutkan sesuatu
yang memiliki cakupan lebih luas daripada yang lebih sempit. Karenaisti'anah merupakan bagian dari ibadah. Selain itu, hal
ini juga dalam rangka mendahulukan hak Allah ta'ala (ibadah) di atas hak hamba (isti'anah) (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, sebagaimana dalam al-Majmu'ah
al-Kamilah [1/35], lihat juga at-Tas-hil li
Ta'wil at-Tanzil [1/54]). Ibnul Qayyimrahimahullah memaknakan bahwa didahulukannya ibadah sebelum isti'anah adalah karena ibadah merupakan tujuan (ghoyah) sedangkan isti'anah adalah sarananya. Oleh sebab itu tujuan lebih
didahulukan penyebutannya sebelum sarana (lihat at-Tafsir al-Qoyyim, hal. 66,Tafsir al-Qur'an al-Azhim [1/34])
10.
Iyyaka na'budu merupakan bagian milik Allah, sedangkan Iyyaka
nasta'in merupakan jatah untuk
hamba (lihat at-Tafsir al-Qoyyim, hal. 65). Karena hanya Allah yang berhak disembah maka ibadah
itu semuanya menjadi hak-Nya semata. Dan karena hamba itu penuh dengan
kelemahan dan kekurangan maka dia berhak -sekaligus wajib atasnya- untuk
meminta pertolongan kepada Allah ta'ala Rabb seluruh alam semesta. Allahu a'lam.
11.
Penyebutan isti'anah secara terpisah dari ibadah padahal ia
merupakan bagian dari ibadah adalah dikarenakan begitu besarnya kebutuhan
seorang hamba terhadapnya. Sebab tanpa pertolongan Allah dia tidak akan mampu
untuk beribadah; apakah itu dalam melaksanakan perintah ataupun meninggalkan larangan
(lihat Taisir
al-Karim ar-Rahman, sebagaimana dalamal-Majmu'ah al-Kamilah [1/36])
12.
Tidaklah seorang
menjadi hamba yang sejati kecuali apabila dia mengikhlaskan ibadahnya
semata-mata untuk Allah dan berlepas diri dari peribadatan kepada segala sesembahan
selain-Nya, meyakini kebatilannya, membenci perbuatan tersebut beserta
pelakunya, dan memusuhinya karena Allah ta'ala (lihat Tafsir Surah al-Fatihah, hal. 18)
13.
Inilah hakikat ajaran
Islam yang benar; yaitu kepasrahan diri kepada Allah dengan bertauhid, tunduk
kepada Allah dengan penuh kepatuhan, serta berlepas diri dari syirik dan
pelakunya (lihat Tafsir Surah al-Fatihah, hal. 19)
14.
Semestinya seorang
hamba bertawakal kepada Allah semata dalam menghadapi segala urusan agama
maupun urusan dunianya (lihat Tafsir Surah al-Fatihah, hal. 19)
15.
Sebuah realita yang
sangat menyedihkan adalah banyak diantara kaum muslimin di masa kita sekarang
ini yang telah mengucapkan Iyyaka na'budu wa Iyyaka nasta'in, akan tetapi di sisi lain mereka tidak
memperhatikan kandungan maknanya sama sekali. Mereka tidak memurnikan ibadahnya
kepada Allah semata. Mereka juga beribadah kepada selain-Nya. Seperti halnya
orang-orang yang berdoa -padahal doa adalah intisari ibadah, pen- kepada Rasul shallallahu
'alaihi wa sallam, berdoa kepada
Husain, kepada Abdul Qadir Jailani, Badawi, dan lain sebagainya. Ini semua
termasuk perbuatan syirik akbar dan dosa yang tidak akan diampuni pelakunya
apabila dia mati dalam keadaan belum bertaubat darinya (lihat Tafsir Surah
al-Fatihah, hal. 19-20)
16.
Kalimat Iyyaka
na'budu mengandung obat bagi
penyakit riya' sedangkan kalimat Iyyaka nasta'inmengandung obat bagi penyakit sombong/kibr (lihat at-Tafsir al-Qoyyim, hal. 48)
17.
Ayat ini juga
mengandung bantahan yang jelas bagi paham wahdatul wujud -kesatuan antara Allah dengan makhluk- (lihat at-Tafsir
al-Qoyyim, hal. 51)
18.
Dalam kalimat Iyyaka
nasta'in terkandung bantahan
bagi kaum Qodariyah (penolak takdir). Mereka beranggapan bahwa segala perbuatan
hamba terjadi dengan kehendak dirinya sendiri tanpa ada campur tangan kehendak
Allah. Kalau memang demikian lantas apa gunanya memohon pertolongan
kepada-Nya?! (lihat at-Tafsir al-Qoyyim, hal. 54)
19.
Ayat ini juga
mengandung bantahan bagi kaum Jabriyah yang beranggapan bahwa Allah memaksa
hamba-hamba-Nya dan tidak memberikan pilihan sama sekali bagi mereka di dalam
hidupnya. Sebab kalau seandainya hamba memang dipaksa dalam
perbuatan-perbuatannya maka tidak dibenarkan baginya untuk mengucapkan “Kami
beribadah” atau “Kami meminta
pertolongan” (lihat at-Tafsir
al-Qoyyim, hal. 55)
20.
Mewujudkan kandungan Iyyaka
na'budu wa Iyyaka nasta'in merupakan wasilah/sarana untuk bisa meraih kebahagiaan yang abadi dan jalan
keselamatan dari berbagai keburukan (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, sebagaimana dalam al-Majmu'ah
al-Kamilah [1/36])
21.
Ayat ini menunjukkan
bahwa ibadah seorang hamba tidaklah dianggap benar tanpa pengingkaran terhadap thoghut/sesembahan selain Allah (lihat Tafsir Surah
al-Fatihah, hal. 30)
22.
Ayat ini juga
menunjukkan bahwa orang yang menunaikan sholat akan tetapi dia juga berdoa
kepada selain Allah bukanlah seorang muslim, akan tetapi dia adalah musyrik
(lihat Tafsir
Surah al-Fatihah, hal. 30)
23.
Ayat ini mengandung
makna laa
ilaha illallah yang mencakup
penolakan segala sesembahan selain Allah (nafi dalam kata-kata laa ilaha) dan penetapan Allah sebagai satu-satunya sesembahan yang benar
(itsbat dalam kata-kata illallah) (lihat Tafsir Surah al-Fatihah, hal. 31)
24.
Ayat ini dan juga ayat
sesudahnya menunjukkan bahwa ibadah tidak benar jika tidak memenuhi syarat
ikhlas dan mutaba'ah/mengikuti tuntunan (lihat Tafsir Surah al-Fatihah, hal. 31)
25.
Ayat ini menunjukkan
bahwa orang yang bertawakal kepada makhluk telah berbuat syirik dalam beribadah
kepada Allah (lihat Tafsir Surah al-Fatihah, hal. 31)
Faidah Dari Ayat Kelima
Ihdinash Shirathal Mustaqim
Artinya:
Tunjukilah Kami Jalan Yang Lurus
1.
Doa ini -yaitu doa
meminta hidayah- merupakan doa yang paling mencakup berbagai kebaikan. Doa yang
paling bermanfaat bagi seorang hamba. Oleh sebab itulah setiap hamba wajib
untuk berdoa dengannya dalam setiap raka'at sholat yang dilakukannya; karena
sedemikian besar kebutuhan dirinya kepada hidayah -menuju dan di atas- jalan
yang lurus (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, sebagaimana dalam al-Majmu'ah
al-Kamilah [1/36])
2.
Penetapan kerasulan.
Karena hidayah tidak akan mungkin tersampaikan kepada umat manusia kecuali
melalui perantara dakwah para rasul (lihat at-Tafsir al-Qoyyim, hal. 9, Syarh Ba'dhu Fawa'id Surah al-Fatihah, hal. 9)
3.
Besarnya kebutuhan
hamba terhadap hidayah. Dia senantiasa membutuhkannya baik untuk hal-hal yang
terkait dengan masa lalu, sekarang, maupun akan datang. Untuk masa lalu maka
dia membutuhkan hidayah untuk bisa bermuhasabah atas seluruh amalan yang pernah
dilakukannya dan kemudian bertaubat darinya jika itu adalah kesalahan dan
bersyukur kepada Allah apabila yang dia lakukan sudah benar. Adapun masa
sekarang maka dia membutuhkan hidayah untuk mengetahui apakah perbuatan yang
sedang dilakukannya benar ataukah tidak. Untuk masa depan maka dia membutuhkan
hidayah agar bisa berjalan di atas jalan yang benar dan tegar di atasnya (lihat at-Tafsir
al-Qoyyim, hal. 9, adh-Dhau'
al-Munir [1/25-26], Tafsir
al-Qur'an al-'Azhim [1/37-38])
4.
Seorang hamba tidak
akan bisa meraih kebahagiaan yang sejati kecuali dengan meniti jalan yang
lurus, dan menunjukkan pula bahwa dia tidak akan bisa istiqomah di atasnya
kecuali dengan hidayah dari Rabbnya. Sebagaimana pula dia tidak akan bisa
beribadah kepada-Nya tanpa pertolongan dari-Nya (lihat adh-Dhau'
al-Munir [1/27])
5.
Hidayah ada dua macam:
Pertama; hidayah berupa penunjukan, arahan, dan keterangan. Lawan dari hidayah
ini adalah kesesatan (dholal). Kedua; hidayah
berupa taufik, ilham, dan keistiqomahan. Lawan dari hidayah ini adalah
penyimpangan (ghoyyu) (lihat Tafsir Surah
al-Fatihah, hal. 20). Hidayah
taufik adalah sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (yang artinya), “Sesungguhnya
kamu tidak bisa memberikan hidayah kepada orang yang kamu cintai.”(QS. al-Qoshosh: 56). Adapun hidayah
penunjukan adalah sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (yang artinya), “Sesungguhnya
kamu benar-benar memberikan hidayah menuju jalan yang lurus.” (QS. asy-Syura: 52) (lihat at-Tas-hil li
Ta'wil at-Tanzil [1/109])
6.
Hidayah juga bisa
dibagi menjadi hidayah 'menuju jalan' dan hidayah 'di atas jalan'. Hidayah
menuju jalan adalah hidayah untuk memeluk agama Islam dan meninggalkan
agama-agama yang lain. Adapun hidayah di atas jalan adalah hidayah untuk bisa
melaksanakan rincian-rincian ajaran di dalam agama Islam (lihat Taisir
al-Karim ar-Rahman, sebagaimana dalam al-Majmu'ah
al-Kamilah [1/36])
7.
Dalam memaknai jalan
yang lurus ada beberapa penafsiran. Ibnu 'Abbas radhiyallahu'anhumamengatakan bahwa yang dimaksud jalan lurus
adalah Islam. Ibnu Mas'ud radhiyallahu'anhumengatakan bahwa maksudnya adalah al-Qur'an. Bakr bin Abdullah
al-Muzani berkata bahwa maksudnya adalah jalan Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam. Semua penafsiran ini
tidak bertentangan dan saling menjelaskan. Barangsiapa yang istiqomah di atas
jalan yang lurus yang bersifat maknawi ketika hidup di dunia maka kelak di
akherat dia akan selamat ketika meniti shirath yang sebenarnya; yaitu jembatan yang
dibentangkan di atas neraka (lihat Tafsir Surah al-Fatihah, hal. 21, Tafsir al-Qur'an al-'Azhim [1/37])
8.
Ayat ini mengandung
bantahan bagi seluruh kaum ahli bid'ah dan seluruh agama serta
kelompok-kelompok yang menyimpang dari kebenaran (lihat Syarh Ba'dhu
Fawa'id Surah al-Fatihah,
hal. 9,24, at-Tafsir al-Qoyyim, hal. 49)
9.
Jalan yang lurus ini
mencakup pengenalan terhadap kebenaran dan ketundukan kepadanya, setia
mengikutinya, mendahulukannya di atas segala kepentingan, membela dan
mendakwahkannya, serta melawan serangan musuh-musuhnya (lihat at-Tafsir
al-Qoyyim, hal. 49)
10.
Dalam kalimat Ihdinash
shirathal mustaqim juga
terkandung bantahan bagi kaum Qodariyah (penolak takdir). Mereka beranggapan
bahwa segala perbuatan hamba terjadi dengan kehendak dirinya sendiri tanpa ada
campur tangan kehendak Allah. Sementara di dalam ayat ini kita diajari untuk
memohon hidayah kepada-Nya. Hidayah yang kita minta tentu saja bukan hanya ilmu
akan tetapi juga hidayah taufik sehingga bisa beramal. Kalaulah memang
perbuatan hamba hanya tergantung kepada kehendak dirinya sendiri -tanpa ada
pengaruh dari kehendak Allah- lalu apa perlunya meminta hidayah kepada-Nya?!
(lihat at-Tafsir
al-Qoyyim, hal. 54)
11.
Jalan yang lurus
adalah jalan terdekat untuk menggapai cita-cita. Sebagaimana halnya garis lurus
adalah jarak terdekat yang menghubungkan antara dua buah titik (lihat at-Tafsir
al-Qoyyim, hal. 60)
Faidah Dari Ayat Keenam dan Ketujuh
Shirathalladzina An'amta 'Alaihim,
Ghairil Maghdhubi 'Alaihim wa Ladhdhaalliin
Artinya:
Yaitu Jalannya Orang-Orang Yang Engkau Beri Nikmat Kepada Mereka
Bukan Jalannya Orang-Orang Yang Dimurkai dan Bukan Pula
Orang-Orang Yang Sesat
1.
Jalan yang lurus ini
adalah jalannya orang-orang yang bertauhid. Merekalah orang-orang yang telah
merealisasikan kandungan ayat Iyyaka na'budu wa Iyyaka nasta'in di dalam hidupnya. Adapun orang-orang musyrik
adalah kaum yang dimurkai dan tersesat dari jalan Allah (lihat at-Tafsir
al-Qoyyim, hal. 54)
2.
Yang dimaksud
'orang-orang yang diberikan nikmat' itu adalah para nabi, shiddiqin, syuhada',
dan orang-orang salih (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, sebagaimana dalam al-Majmu'ah
al-Kamilah [1/37]). Allah ta'ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa
yang taat kepada Allah dan rasul, maka mereka itulah yang akan bersama dengan
orang-orang yang diberikan kenikmatan oleh Allah, yaitu para nabi, shiddiqin,
syuhada' dan orang-orang yang salih. Mereka itulah sebaik-baik teman.” (QS. an-Nisaa': 69) (lihat Tafsir
al-Qur'an al-'Azhim [1/38], Tafsir Surah
al-Fatihah, hal. 22)
3.
Zaid bin Aslam rahimahullah -guru Imam Malik- menafsirkan, “Orang-orang
yang diberikan nikmat oleh Allah itu adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam, Abu Bakar, dan 'Umar.” (lihatat-Tafsir al-Qoyyim, hal. 64). Dengan demikian, ayat ini mengandung penetapan
keabsahan Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu'anhu dalam memangku jabatan khalifah, sekaligus
bantahan bagi kaum Syi'ah yang mempertanyakan dan mencela kekhilafahan beliau
(lihat Tafsir
Surah al-Fatihah, hal. 34). Umar bin
Khaththab radhiyallahu'anhu pernah berkata, “Seandainya ditimbang iman Abu Bakar dengan iman
seluruh penduduk bumi, niscaya lebih berat iman Abu Bakar.” (lihat as-Sunnah, sanadnya hasan, lihat as-Sunnah li Abdillah ibni Ahmad ibni
Hanbal, Jilid 1 hal. 378)
4.
Ayat ini menunjukkan
bahwa hidayah menuju jalan yang lurus adalah nikmat dan anugerah dari Allah ta'ala kepada hamba. Oleh sebab itu tidak semestinya
seorang hamba merasa ujub dengan amal dan ketaatan yang dimilikinya (lihat Tafsir Surah
al-Fatihah, hal. 22)
5.
Yang dimaksud 'orang
yang dimurkai' adalah Yahudi, sedangkan 'orang yang tersesat' adalah Nasrani
berdasarkan hadits 'Adi bin Hatim yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan yang
lainnya (lihat Tafsir Surah al-Fatihah, hal. 23). Hal ini menunjukkan bahwa Yahudi
dan Nasrani tidak berada di atas jalan yang lurus (lihat Tafsir Surah
al-Fatihah, hal. 34)
6.
Ayat ini mengandung
penetapan salah satu sifat Allah yaitu al-Ghadhab (marah) sebagaimana kemarahan yang sesuai
dengan kemuliaan-Nya (lihat Tafsir Surah al-Fatihah, hal. 23). Sehingga ia mengandung bantahan
bagi orang yang menyimpangkan makna Ghadhab menjadiIrodatul Intiqom/kehendak untuk menghukum (lihat Tafsir Surah
al-Fatihah, hal. 35)
7.
Ayat ini juga
mengandung bantahan bagi orang-orang yang menganut paham kebebasan beragama (Hurriyat al-Adyan) dan berupaya untuk mempersatukan agama-agama
yang ada (lihat Tafsir Surah al-Fatihah, hal. 34)
8.
Berdasarkan ayat ini manusia
bisa dibagi ke dalam tiga kelompok; [1] orang-orang yang mendapatkan nikmat;
yaitu orang yang mengetahui kebenaran dan tunduk kepadanya, [2] orang-orang
yang mengetahui kebenaran akan tetapi menolaknya; mereka itulah orang yang
dimurkai, [3] orang-orang yang tidak mengetahui kebenaran; mereka inilah
orang-orang yang tersesat (lihat at-Tafsir al-Qoyyim, hal. 60,63)
9.
Ayat ini mengandung
bantahan bagi kaum Rafidhah/Syi'ah. Sebab para Sahabat Rasulullahshallallahu 'alaihi wa
sallam -yang dimusuhi
mati-matian oleh kaum Syi'ah- merupakan orang-orang yang paling mengetahui
kebenaran dan paling tunduk kepadanya. Dan hal itu bisa kita buktikan dengan
melihat pengaruh nyata dakwah mereka yang sangat mengagumkan dengan
ditaklukkannya berbagai negeri dan ditundukkannya hati-hati manusia untuk
memeluk agama Allah ta'ala melalui perantara dakwah mereka. Hal ini jelas bertolak belakang
dengan Rafidhah; dimana pun mereka berada mereka senantiasa memusuhi Islam dan
membantu musuh-musuh Islam dalam menghancurkan kaum muslimin. Maka siapakah
gerangan diantara kedua kelompok ini yang lebih pantas dan layak disebut berada
di atas shirathal mustaqim?! Oleh sebab itulah para ulama salaf menafsirkan shirathal
mustaqim dengan Abu Bakar,
'Umar dan para Sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Adapun Rafidhah; maka mereka adalah
orang-orang yang paling sengit permusuhan dan kebenciannya kepada Abu Bakar dan
'Umarradhiyallahu'anhuma (lihat at-Tafsir al-Qoyyim, hal. 63-64)
10.
Ayat ini mengandung
peringatan kepada umat Islam agar tidak ber-tasyabbuh (meniru-niru) kepada Yahudi dan Nasrani (lihat Tafsir Surah
al-Fatihah, hal. 35)
11.
Ayat ini juga
mengandung peringatan keras bagi para ulama kaum muslimin dan para ahli ibadah
diantara mereka; supaya tidak terjerumus ke dalam kemurkaan Allah -akibat tidak
beramal dengan ilmunya- dan selamat dari kesesatan -akibat beribadah tanpa
landasan ilmu yang benar- (lihat Tafsir Surah al-Fatihah, hal. 35)
Langganan:
Postingan (Atom)